Hukum Jual Beli Saham


Hukum Jual Beli Saham.

            Perkembangan metode hidup umat manusia pada zaman sekarang telah membawa berbagai model perniagaan dan usaha, dan diantara model perniagaan yang telah memasyarakat ialah jual beli saham. Dan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa hukum asal setiap perniagaan ialah halal dan dibolehkan, maka hukum asal inipun berlaku pada permasalahan yang sedang menjadi topik pembahasan kita ini, yaitu jual-beli saham. Hanya saja pada prakteknya, terdapat banyak hal yang harus diperhatikan oleh orang yang hendak memperjual-belikan saham suatu perusahaan. Berikut, saya ringkaskan berbagai persyaratan yang telah dijelaskan oleh para ulama' bagi orang yang hendak memperjual-belikan saham suatu perusahaan:
1. Perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut adalah perusahaan yang telah beroperasi, baik perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi, jasa, penambangan atau lainnya. Saham perusahaan semacam ini boleh diperjual belikan dengan harga yang disepakati antara kedua belah pihak, baik dengan harga yang sama dengan nilai saham yang tertera pada surat saham atau lebih sedikit atau lebih banyak.
Adapun perusahaan yang sedang dirintis, sehingga perusahaan tersebut belum beroprasi, dan kekayaannya masih dalam wujud dana (uang) yang tersimpan, maka sahamnya tidak boleh diperjual belikan kecuali dengan harga yang sama dengan nilai yang tertera pada surat saham tersebut dan dengan pembayaran yang dilakukan dengan cara kontan. Hal ini dikarenakan setiap surat saham perusahaan jenis ini mewakili sejumlah uang modal yang masih tersimpan, dan bukan aset. Sehingga bila diperjual-belikan lebih mahal atau lebih murah dari nilai yang tertera pada surat saham, berati telah terjadi praktek riba.
2. Perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut bergerak dalam usaha yang dihalalkan oleh syari'at, dan tidak menjalankan usaha haram walau hanya sebagian kecil dari kegiatan perusahaan. Sebab pemilik saham -seberapapun besarnya- adalah pemilik perusahaan tersebut, sehingga ia ikut bertanggung jawab atas setiap usaha yang dijalankan oleh perusahan tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
}وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ{ المائدة 2
"dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran" Al Maidah 2.
3. Perusahaan tersebut tidak melakukan praktek riba, baik dalam cara pembiayaan atau penyimpanan kekayaannya atau lainnya. Bila suatu perusahaan dalam pembiayaan, atau penyimpanan kekayaannya dengan riba, maka tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk membeli saham perusahaan tersebut. Walaupun kekayaan dan keuntungan perusahaan tersebut diperoleh dari usaha yang halal, akan tetapi telah dicampuri oleh riba yang ia peroleh dari metode pembiayaan atau penyimpanan tersebut.
            Sebagai contoh: misalnya suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang produksi perabotan rumah tangga, menyimpan kekayaannya di bank. Atau modal perusahaan itu diperoleh dari berhutang kepada bank dengan bunga tertentu. Perusahaan semacam ini tidak dibenarkan bagi kita untuk membeli sahamnya. Hal ini selaras dengan kaedah dalam ilmu fiqih:
إذا اجتمع الحلال والحرام، غُلِّب الحرام.
"Bila tercampur antara hal yang halal dengan hal yang haram, maka lebih dikuatkan yang haram."([1])   
4. Penjualan dan pembeliannya dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan dalam syari'at, sehingga tidak dibenarkan bagi seseorang untuk menjual kembali saham yang telah ia beli sebelum sepenuhnya saham tersebut menjadi miliknya. Dengan demikian metode jual-beli saham yang ada di masyarakat dan yang dikenal dengan sebutan "one day trading" adalah metode yang tidak dibenarkan.
Berikut gambaran singkat tentang metode ini:
Pengusaha berinisial (B) -misalnya- membeli sejumlah surat saham dari Broker (A) dengan pembayaran terhutang, sedangkan surat saham yang telah dibeli tersebut tetap berada di tangan (A) sebagai jaminan atas pembayaran yang terhutang, sehingga (B) belum sepenuhnya memiliki surat saham tersebut. Pada penutupan bursa saham di akhir hari, (B) berkewajiban menjual kembali saham tersebut kepada (A), tanpa perduli apakah harga saham menjadi lebih mahal atau lebih murah. Transaksi semacam ini dalam ilmu fiqih disebut dengan bai'ul 'iinah. Transaksi 'iinah nyata-nyata telah diharamkan oleh Rasulullah r, pada beberapa hadits, diantaranya:
(إذا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ الله عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لَا يَنْزِعُهُ حتى تَرْجِعُوا إلى دِينِكُمْ.) رواه أحمد وأبو داود والبيهقي وصححه الألباني
"Bila kalian telah berjual beli dengan cara 'Inah, membuntuti ekor sapi, merasa puas dengan hasil pertanian, dan meninggalkan jihad, niscaya  Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan yang tidak pernah Ia angkat hingga kalian kembali kepada agama kalian." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Al Baihaqy dan dishohihkan oleh Al Albani.
            Juga pada hadits berikut:
عن العالية قالت: كنت قاعدةً عند عائشة رضي الله عنها فأتتها أم محبة فقالت لها: يا أم المؤمنين أكنت تعرفين زيد بن أرقم؟ قالت: نعم. قالت: فإني بعته جارية إلى عطائه بثمانمائة نسيئة، وإنه أراد بيعها، فاشتريتها منه بستمائة نقدا. فقالت لها: بئس ما اشتريت، وبئس ما اشترى، أبلغي زيدا أنه قد أبطل جهاده مع رسول الله e إن لم يتب. رواه الدارقطني والبيهقي
Dari 'Aliyah, ia mengisahkan: Pada suatu saat aku sedang berada di dekat 'Aisyah radhiaallahu 'anha, kemudian datanglah Ummu Mahhabah, yang serta merta bertanya kepadanya: Wahai' Ummul Mukminin, apakah engkau mengenal Zaid bin Arqam? 'Aisyah-pun menjawab: Ya. Ummu Mahabbah berkata: Sesungguhnya aku pernah menjual kepadanya seorang budak wanita seharga 800 dengan pembayaran dihutang hingga ia menerima jatahnya (dari baitul mal). Dan dikemudian hari ia hendak menjual kembali budak tersebut, maka akupun membelinya kembali seharga 600 dengan pembayaran kontan. Maka 'Aisyah berkata kepadanya: Alangkah buruk apa yang engkau beli dan apa yang ia beli. Sampaikan kepada Zaid bahwa ia telah menggugurkan jihadnya bersama Rasulullah  r bila ia tidak bertaubat." Riwayat Ad Daraquthny dan Al Baihaqy.
            Hikmah diharamkannya transaksi 'iinah –sebagaimana dapat kita amati dengan jelas pada kasus yang antum sebutkan- adalah karena transaksi ini merupakan akal-akalan untuk memakan riba, karena  pada hakekatnya (A) telah menghutangkan kepada (B) sejumlah uang, dan pada akhir hari ia mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini akan dapat terlihat dengan jelas bila pada akhir penutupan di akhir hari harga saham turun sehingga yg pada pagi hari (B) berhutang dengan membeli saham seharga Rp. 100.000.000,-, akan tetapi pada penutupan di akhir hari, ia harus mengembalikan saham tersebut dengan utuh, dan masih harus membayarkan sejumlah kerugian yang ia derita.

            Berikut beberapa fatwa Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyyah dan Fatwa kerajaan Saudi Arabia dan Badan Fiqih Islam dibawah Organisasi Rabithoh Alam Islami tentang hukum jual-beli saham:

            1. Pertanyaan :
Apa hukum syari'at yang lurus ini tentang jual-beli saham perusahaan, misalnya perusahaan angkutan umum, perusahaan semen Qasim, perusahaan ikan As Saudiah dan perusahaan-perusahaan lainnya yang telah dibuka oleh negara guna kemanfaatan bangsa dan rakyat? Dan apa hukumnya memperjual-belikan saham-saham tersebut secara kontan? Dan bila dibolehkan, maka apa hukumnya memperjual-belikannya dengan cara kredit, misalnya seseorang ingin membeli seribu 1.000 lembar saham dengan harga SR160.000,- (seratus enam puluh ribu reyal), dan ia membayar SR 100.000,- secara kontan, sedangkan sisanya, yaitu SR 60.000,- (enam puluh ribu reyal)  akan dibayar dengan cicilan setiap bulan, selama satu tahun, apakah transaksi ini dibolehkan?
            Jawaban:
            Bila saham-saham tersebut tidak mewakili uang tunai, baik secara keseluruhan atau kebanyakannya, akan tetapi mewakili aset berupa tanah, atau kendaraan atau properti dan yang serupa, dan aset tersebut telah diketahui oleh masing-masing penjual dan pembeli, maka boleh untuk memperjual-belikannya, baik dengan pembayaran kontan atau dihutang dengan sekali pembayaran atau dicicil dalam beberapa pembayaran, hal ini berdasarkan keumuman dalil-dalil yang membolehkan jual-beli.
            Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.([2])

  1. Pertanyaan:
Tidak asing lagi bagi anda bahwa umat Islam pada masa sekarang ini telah banyak tergoda oleh harta kekayaan, terutama di negri ini -semoga Allah senantiasa menjaganya dari segala petaka- dimana perusahaan-perusahaan umum/publik yang menjual sahamnya telah banyak. Demikian juga orang yang ikut andil menanamkan modal padanya banyak pula. Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui apakah menanamkan modal padanya haram atau halal. Oleh karenanya, kami mohon fatwa dari anda, semoga Allah membalasa kebaikan anda. Sedikit memberikan info: bahwa perusahaan-perusahaan ini ada yang bergerak dalam bidang produksi, layanan umum, perniagaan, misalnya, perusahaan transportasi, atau perusahaan semen dan lainnya. Akan tetapi perusahaan-perusahaan tersebut menyimpan hasil keuntungannya di bank-bank, dan mereka mendapatkan bunga darinya, dan bunga tersebut dianggap sebagai bagian dari keuntungan, yang kemudian pada gilirannya mereka membaginya kepada para nasabah (pemilik saham). Kami mengalami kebingungan dalam hal ini, karenanya kami mengharapkan fatwa dari anda. Semoga Allah membalas jasa anda dengan kebaikan.
Jawaban:
Pertama: Menabungkan uang di bank dengan bunga adalah haram hukumnya.
Kedua : Perusahaan-perusahaan yang menabungkan uangnya di bank dengan bunga, tidak dibolehkan bagi orang yang mengetahuinya untuk ikut andil menanam saham padanya.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.([3])

  1. Pertanyaan.
Apakah boleh ikut serta menanam modal pada perusahaan-perusahaan dan badan usaha yang menjual sahamnya secara terbuka ke masyarakat, sedangkan kami merasa curiga bahwa perusahaan-perusahaan atau badan usaha-badan usaha tersebut melakukan praktek riba dalam berbagai transaksinya, sedangkan kami belum mampu untuk membuktikannya? Perlu diketahui bahwa kami juga tidak mampu untuk membuktikannya, kami hanya mendengar hal itu dari pembicaraan orang lain.
Jawaban:
Perusahaan atau badan usaha yang tidak menjalankan praktek riba, tidak juga hal haram lainnya, boleh untuk ikut serta menanamkan saham padanya. Adapun perusahaan yang menjalankan praktek riba atau suatu transaksi haram lainnya, maka haram untuk ikut andil menanam saham padanya. Dan bila seorang muslim meragukan perihal suatu perusahaan, maka yang lebih selamat ialah dengan tidak ikut menanam saham padanya, sebagai penerapan terhadap hadits berikut:
(دع ما يريبك إلى ما لا يريبك)
"Tinggalkanlah suatu yang meragukanmu menuju kepada hal yang tidak meragukanmu".([4]) Dan sabda Nabi r pada hadits lainnya: 
من اتقى الشُّبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه
"Barang siapa menghindari syubhat, berarti ia telah menjaga agama dan kehormatannya."([5])  
            Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.([6])  

  1. Pertanyaan :
Apa hukumnya menanam saham di perusahaan dan bank? Dan apakah boleh bagi seorang penanam modal pada suatu perusahaan atau bank untuk menjual saham miliknya seusai ia menanamkannya di kantor-kantor penjualan dan pembelian saham, yang amat dimungkinkan harga jualnya melebihi harga saham pada saat ia menanamkannya? Dan apa hukum keuntungan yang didapat oleh pemegang saham pada setiap tahun dari keseluruhan saham yang ia miliki?
Jawaban: Menanamkan modal di bank atau perusahaan yang bertransaksi dengan cara riba tidak boleh, dan bila penanam modal hendak melepaskan dirinya dari keikut sertaannya dalam perusahaan riba tersebut, maka hendaknya ia melelang sahamnya dengan harga yang berlaku di pasar modal, kemudian dari hasil penjualannya ia hanya mengambil modal asalnya, sedangkan sisanya ia infakkan di berbagai jalan kebaikan. Tidak halal baginya untuk mengambil sedikitpun dari bungan atau keuntungan sahamnya.
Adapun menanamkan modal di perusahaan yang tidak menjalankan transaksi riba, maka keuntungan yang ia peroleh adalah halal.
Wabillahit taufiq, dan semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.([7])  

  1. Fatwa Al Majma' Al Fiqhy Al Islamy (Badan Fiqih Islam) dibawah Organisasi Rabithoh Alam Islami.
Segala puji hanya milik Allah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi yang tiada nabi setelahnya, yaitu pemimpin kita sekaligus nabi kita Muhammad, dan kepada keluarga, dan sahabatnya.
Amma ba'du:
Sesungguhnya anggota rapat Al Majma' Al Fiqhy di bawah Robithoh Alam Islami pada rapatnya ke-14, yang diadakan di kota Makah Al Mukarramah, dan yang dimulai dari hari Sabtu tanggal 20 Sya'ban 1415 H dan yang bertepatan dengan tanggal 21 Januari 1995 M, telah membahas permasalahan ini (jual beli saham perusahaan-pen) dan kemudian menghasilkan keputusan berikut:
1.            Karena hukum dasar dalam perniagaan adalam halal dan mubah, maka mendirikan suatu perusahaan publik yang bertujuan dan bergerak dalam hal yang mubah adalah dibolehkan menurut syari'at.
2.            Tidak diperselisihkan akan keharaman ikut serta menanam saham pada perusahaan-perusahaan yang tujuan utamanya diharamkan, misalnya bergerak dalam transaksi riba, atau memproduksi barang-barang haram, atau memperdagangkannya.
3.            Tidak dibolehkan bagi seorang muslim untuk membeli saham perusahaan atau badan usaha yang pada sebagian usahanya menjalankan praktek riba, sedangkan pembelinya mengetahui akan hal itu.
4.            Bila ada seseorang yang terlanjur membeli saham suatu perusahaan sedangkan ia tidak mengetahui bahwa perusahaan tersebut menjalankan transaksi riba, lalu dikemudian hari ia mengetahui hal tersbeut, maka ia wajib untuk keluar dari perusahaan tersebut.
Keharaman membeli saham perusahaan tersebut telah jelas, berdasarkan keumuman dalil-dalil Al Qur'an dan As Sunnah yang mengharamkan riba. Hal ini dikarenakan membeli saham perusahaan yang menjalankan transaksi riba sedangkan pembelinya telah mengetahui akan hal itu, berarti pembeli telah ikut ambil andil dalam transaksi riba. Yang demikian itu karena saham merupakan bagian dari modal perusahaan, sehingga pemiliknya ikut memiliki sebagian dari aset perusahaan. Sehingga seluruh harta yang dipiutangkan oleh perusahaan dengan mewajibkan bunga atau yang harta dihutang oleh perusahaan dengan ketentuan membayar bunga, maka pemilik saham telah memiliki bagian dan andil darinya. Hal ini disebabkan orang-orang (pelaksana perusahaan-pen) yang menghutangkan atau menerima piutang dengan ketentuan membayar bunga, sebenarnya adalah perwakilan dari pemilik saham, dan mewakilkan seseorang untuk melakukan pekerjaan yang diharamkan hukumnya tidak boleh.
Semoga shalawat dan salam yang berlimpah senantiasa dikaruniakan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Dan segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta Alam.([8])
            Demikian yang dapat saya sampaikan untuk menjawab pertanyaan antum semoga bermanfaat bagi kita semua.


[1] ) Al Mantsur Fi Al Qawa'id  oleh Az Zarkasyi 1/50, & Al Asybah wa An Nazhoir oleh Jalaluddin As Suyuthy 105.
[2] ) Majmu' Fatawa Al Lajnah Ad Da'imah 13/321, fatwa no: 5149.
[3] ) Idem, 13/409, fatwa no: 7074.
[4] ) Hadits sahih riwayat Imam Ahmad, An Nasa'i, AT Tirmizy dll.
[5] ) Riwayat Al Bukhary dan Muslim.
[6] ) Majmu' Fatawa Al Lajnah Ad Da'imah 14/310, fatwa no: 6823.
[7] ) Idem, 13/508, fatwa no: 8996.
[8] ) Kumpulan Keputusan-keputusan Al Majma' Al Fiqhy Al Islamy,yang bermarkaskan di kota Makkah Al Mukarramah, hal: 297, rapat ke 14, keputusan no: 4

Semoga Bermanfaat!!!